Femind Project Final


Haihai minna-san~ I'm back! maaf banget lama yeee -w- sebenernya udah jadi dari kapan taun tapi saya terlalu malu(?) buat ngepostnya karena a kaliini gue mau ngelanjutin Femind Project yang cerbyung. oke, prertama, supratman kan orang gila kok ini jalan pikirnya kayak manusia normal ya? bodo lah. lanjuuuttt. btw sori jayus + aneh hakhak

PROLOG(Ka Ins)
Namaku Bintang Perdana Putera. Seperti biasa, sore begini kerjaanku hanya duduk, diam, menertawai novel dalam genggaman, pokoknya sore begini aku selalu--dan makin--mirip Supratman. Iya, Supratman. Orang paling famous seantero kompleks perumahan. Ya, namanya juga orang gila.

Nah, itu Supratman lewat. Aduh, baru juga diomongin. Lihat Supratman, jalan dengan eloknya. Eh, bajunya udah ganti lagi! Ah, warga kompleks sini memang baik-baik. Dari mana coba Supratman terus ganti baju kalo bukan dari warga. Kadang aku suka merasa iri sama Supratman. Kenapa bukan aku aja yang jauh lebih famous. Ehm.. Bukan.. Bukan begitu. Maksudku aku kan lebih gila.

Baju dua hari sekali baru ganti, itu pun kalau ingat. Kalau nggak? Mending tanem pohon palawija lima hektar aja deh, dari pada mendengar kenyataannya. Aku juga tidak sesumringah Supratman. Itu, dia menyapa setiap orang yang lewat. Kalau aku? Lagi-lagi lebih baik jangan mengetahui kenyataannya. Rumahku nomor 82, dengan tetangga nomor 87 aja aku sudah nggak tahu siapa nama si ibu yang suaranya lantang-menantang itu. Iya, aku separah itu.

Apa aku bilang? HARUSNYA AKU KAN YANG LEBIH FAMOUS?
Tapi itulah hidup. Supratman yang diberi tumpangan rumah mungil dan nyaman saja masih sering keluar dan masih ramah. Aku yang punya rumah dengan dua kapling ini malah susah banget buat masuk ke rumah sendiri. Tapi bukan berarti..

"Maaf ya, Non, bibi tadi kejebak macet. Ada kecelakaan di jalan." aduh, bibi. Tiba-tiba datang seenak jempol kaki.
"Kecelakaan di jalan, Bi?"
"Iya, Non.. Maceeeet... Bener."
"Bukan gitu, Bi. Maksud aku kalau kecelakaannya di jalan, ya bibi coba lewat langit sanah! Katanya mantan bidadari...."
"Ah, Non.. Bisa aja.. Hehe.."
"Yaudah. Mana kuncinya cepetan! Lama tauk aku nungguin! Kalo dibuat rekreasi, nih.. Aku udah berkelana ke dua pulau tiga kabupaten!"
"I, I..ya, Non. Tapi tadi mami pesen--"
"Apa? Yang peraturan baru itu lagi?"
"Bukan, Non.."
"Terus?! Ya kali mami pesen aku suruh makan enak."
"Tapi peraturan yang lebih baru lagi, Non.."
Degg. Firasat buruk. Mami nggak pernah ngeluarin peraturan secepat ini. Selama aku hidup, paling cepat juga dua bulan baru ada peraturan lain. Ini baru dua hari. Ya Tuhaaaaan.... Semoga firasat buruk ini salah. "Ap-apa, Bi?"

SEASON 1 (Ivan)
"Habis ini non langsung mandi ya, liburan ato nggak mandi harus dua kali sehari, ganti baju tiap hari"
aku cengo....
"Lho kok gitu!? Suka suka Bintang dong bi! Liburan tu mestinya ga ada peraturan macam gitu lagi!!"
"Tapi ini kan pesan mami non...."
"Emangnya kenapa kok mami bisa sampe ngeluarin peraturan macam gitu bi?"
"Katanya......"
"....katanya?"
"Umm katanya apa?"
"Itu soalnya..."
"Iya soalnya apa ngomong aja bi!!", kataku heboh sambil menggoncang-goncangkan tubuh Bi Jum yang lebih pendek dariku

Brumm, hening. Terdengar gas mobil diinjak, mobil diparkir didepan gerbang rumah, mamiku pulang. Ia keluar dari mobil dengan tas jinjing dan kacamata hitam dimatanya, penampilan mencolok mata...

"Bintang, udah pulang? Gimana? Udah mandi belom?", katanya sumringah masuk keteras sambil melepas kacamatanya...
"Yabelom lah mi... kenapa sih mami pake bikin peraturan kya gitu segala?
"Soalnya....."
"Iya...?"
"........."
"Jangan bilang mami malu gara-gara......"
"...gara-gara kamu lebih jorok dari Supratman", jawabnya datar
"Ha! Kok bisa gitu!?", kataku tak percaya, kiranya mami bercanda..
"Mami malu Bintang! Masa anak orang bak selebriti seperti mami jarang mandi sih, ga pernah ganti baju, Supratman aja sehari bisa ganti baju dua kali!"
"PFFFF, ha? muahahahaha!!", tawaku memotong, kok bak selebriti si mih?
"Kok ketawa sih kamu!? Pokoknya kalo liburan ini nggak bisa mandi dua kali sehari, ganti baju tiap hari, pake parfum yang wangi, nyisir rambut yang rapi, mami potong uang sakunya ya!"
"Ha? Dipotong? Nggak mau.... MAMIHHHHH", mami melangkah masuk rumah, ternyata nggak bercanda
"Oh iya, kamu juga harus belajar bersosialisasi kya mama ya, Supratman aja semua orang disapa masa Bintang ngga... hehehe", tambahnya lagi sambil terkikik
"ha...? MAMIIIIHHHHHH"

dimulailah sisa liburanku untuk mengalahkan..... Supratman.
itung-itung, biar FAMOUS

SEASON 2 (Pidya)
Klik Show Untuk Membuka Spoiler
Dugaanku salah. Sisa liburanku tidak seperti yang aku bayangkan. Supratman semakin famous, sedangkan aku? Memang, sejak peraturan konyol yang diciptakan mami itu, tidak ada yang ingat dengan mukaku. Bintang yang kini berbeda dengan Bintang yang dulu. Dulu Bintang begitu khas, unyu, bau lagi. Tetapi sekarang Bintang terlihat seperti artis-artis Hollywood.

"Ini siapa ya?" Ucap tetangga nomor 87 dengan suara lantang-menantang. Kucing di sekitarnya pun betebaran.
"Saya Bintang, bu. Masa lupa sih??"
"Bintang gak kayak gini! Bintang baunya menyolok, gak kayak kamu! Bintang juga setia dan pengertian, gak kayak kamu! Gak usah ngaku-ngaku deh!" Teriak ibu itu sambil melemparku dengan air. "Pergi kamu! Hush hush!"

Dan disinilah aku. Meratapi nasib di bawah guyuran air dispenser. Tak ada lagi yang mengenali aku. Semua perhatian tertuju pada Supratman. Aku tidak bisa menjadi famous seperti Supratman. Yah, memang impianku tidak akan pernah tercapai. Supratman oh Supratman, kapan kamu akan memberiku kesempatan?

"BINTAAANGGG!!!!!!! RUMAHNYA JADI BANJIR GARA-GARA KAMU MANDI PAKE DISPENSER!! CEPETAN BERSIHIN, NANTI MAKEUP MAMI LUNTUR SEMUA!!!!"

Waduh, ternyata seluruh warga kampung mendengar teriakan mami yang cetar membahana. Mereka pun berbondong-bondong datang ke rumahku untuk membantu memberi tissue. Tentu saja untuk membersihkan rumahku yang sudah seperti Kali Jagir ini.

"Eh, sape tuh teriak-teriak siang bolong gini"
"Gue nyasar di Bengawan Solo ya?"
"Kyaaa airnya banyak banget! Ada jutaan!!"
"Waduh, tu tante-tante teriakannya keren bener"
"Wahhh, rumputnya bersih banget!"
"Yang tissue yang tissue.."

Ini kesempatan besar! Aku harus keluar dan menghadap para warga! Ini kesempatan untuk menjadi famous dan mengalahkan Supratman!

"HAI TEMAN-TEMAAAN~~~ APA KABARRR??? AKU BINTANG, SELALU TERSENYUM DAN MEMBUTUHKAN BELAIAN!" Sapaku dengan lantang dan imut-imut. Berharap mereka akan mengalihkan perhatian mereka kepadaku. Sungguh, ini kesempatan yang amat berharga! Supratman, kamu akan kalah! Sebentar lagi aku akan famous!!!

SEASON 3 (Wenny)
"Eh jeng, itu siapa sih? Kok teriak-teriak kayak orang sinting gitu?"
Kasak kusuk mulai terdengar. Tapi, masa bodoh ah, aku tetap teriak-teriak cari perhatian.
"Nggak tahu, jeng," sahut si tetangga nomor 87. "Tapi dia ngaku-ngaku kalo dia itu si Bintang. Percaya nggak sih?"
"Apa? Bintang? Si Bintang yang bulu ketiaknya bisa diekstrak jadi parfum itu? Ciyusan, jeng?"
"Ciyus, jeng!" Si tetangga nomor 87 nerocos lagi. "Masak tuh anak berubah jadi kayak sales minyak wangi gitu? Kangen deh sama bau ketiaknya yang aduhai sedap sekali itu."

Dan, oh, siapa dia? Kulihat di antara tetangga-tetangga yang berkerumun di depan rumahku sambil mengelap air yang berceceran, ada lelaki gila yang famous itu: Supratman! Oh, mau apa dia di sini? Jangan-jangan dia mau merusak usahaku untuk menjadi famous. Ajubune!

"Heh, Supratman! Ngapain kamu di sini?" Teriakku ketus setengah ngusir.
"Aku mau ketemu si Bintang. Kamu siapa? Penting nggak sih ngomong sama kamu?"
"Aku Bintang, b*go!"
~hening~

Semua mata menghujamku penuh tanda tanya. Tampaknya aku bisa melihat keraguan mereka kalau aku benar-benar Bintang. Apa sih yang berubah dariku? Aku tetap cantik kok. Yah, walaupun aku sekarang udah nggak lebih bau dari Supratman. Oh mama... lihatlah kelakuanmu ini. Akibat peraturan yang mama buat, tak ada yang mengenaliku! Kapan aku bisa famous kalau kayak gini?

"Mamaaaaaaaaaa......!!!!!!"

Mama lari pontang-panting menuju ke arahku.
"Lho Bintang, kamu ngapain di depan rumah sini? Bukannya ikut bantuin mama nguras air dari dalam rumah! Kamu khan..."

"Jadi..." Supratman, tanpa tedeng aling-aling memotong kalimat mama. Kagak sopan nih anak, sumpeh! "Dia betulan Bintang?"
"Oh, tentu saja. Yah walaupun nggak secantik mamanya, dia tetaplah Bintang."
"Kok dia nggak pakai parfum yang biasa dia pakai?"
"Parfum?" Aku bingung. "Parfum apa?"
"Parfum apa lagi? Parfum bau ketek kamu itu loh!"

Ups, benda apa itu? Ada benda yang melayang ke arah Supratman! Dan benda itu... "ADUH!" Mendarat dengan sukses di kepalanya. Saat aku memeriksa kedua sandalku, ternyata hilang satu.

"Bintang, kau tega sekali!"
"Cepat katakan tujuanmu datang ke sini, atau sandalku yang satu lagi akan mendarat di kepalamu."
"Yes. Fine. Okay. Jadi gini. Sebenarnya aku udah lama naksir sama kamu. Itulah kenapa aku selalu ganti baju dulu setiap kali lewat di depan rumahmu. Biar kelihatan kece badai halilintar menerjang menggertak menentang tornado gitu deh."
"Jadi?"
"Jadi, kawin aja yok!"

Kawin? Sama dia?

"Demi apa gue kawin sama elo, Pratmaaannn??"
"Demi ke-famous-an, mungkin. Hahahaha..."
"Maksud??"
"Ayolah, kawin aja. Ke KUA nyoookkk!!!

Halo, kenapa rencana liburanku untuk memfamouskan diri jadi kayak gini? Bisa bantu aku?

SEASON 4 (Adhella)
Sedetik setelah 'pelamaran' si Supratman, terjadi keheningan yang cukup panjang. mamih celingukan. semua orang disitu melihat bolak-balik ke aku, dan ke Supratman. aku. Supratman. aku. Supratman. begitu terus sampai akhirnya.....

PAAAKK!

bunyi apa itu? darimana asalnya? ternyata itu adalah bunyi dari lemparan sisa sendal milik Bintang yang mengenai kepala Supratman-dengan keras.
"ADAWW!!" segera setelah suara lemparan sendal tersebut, suara nyaring Supratman menggelegar di depan rumah kediamanku, menulikan telinga semua orang disana, dan ia langsung dikeroyok karenanya.
"kenapa kamu ngelempar sendal itu ke kepalaku? bonyok nih!" tanya Supratman sambil megangin kepalanya yang benjol 10 cm.
"itu jawaban kalo aku gamau-atau bisa dibilang OGAH pacaran, apalagi nikah sama kamu" dengan penekanan di kata 'ogah'.
"OOOWWWW" kata para manusia disana yang yang daritadi sudah ada disana dan enggan pergi karena ingin melihat 'aksi'-ku Bintang dan Supratman, itung-itung sekalian nonton sinetron gratis.

"tapi, kenapa, Bintang? aku ganti baju setiap lewat rumah kamu karena aku cinta kamu, babe" (Supratman ngomongnya BA-BE, bukan BEB)

babe? BABE? BAHAHA! baca dari mana coba? aku yakin dia cuma asal baca tanpa tau cara pengucapannya.

"sejak kapan aku jadi babe kamu coba? fyi aja ya, babe yang kamu maksud itu dibacanya 'beb', bukan ba-be!" aku jelas mengkoreksinya, karena aku gatel pengen ngoreksi si Supratman.

"oooh...." Supratman memang baik, dan wangi. tapi sayangnya ia super terbelakang, atau bahasa kasarnya dodol alias dongo. "terus.. lamaranku?" tanyanya harap-harap cemas. mukanya unyu sekali. seperti anak kucing---lebih tepatnya anak kucing yang habis guling-guling diatas detergen.

"Tolak!" kataku mantap, sambil membalik badan menuju rumahku. Supratman bengong. ia shock. ia tidak dapat mencerna apa saja yang baru terjadi.

seiring hari menjadi semakin gelap, semua orang tentu saja pulang. Supratman juga pulang. dengan shock. tapi ia mendapat banyak 'pukpuk' dari orang-orang. aku bisa melihatnya lewat jendela kamarku.

seminggu setelahnya aku dan Supratman masih menjadi topik 'Hot'. aku sepertinya jadi famous juga nih. hehe.
aku tahu jelas kalau aku masih digosipkan. jelas terdengar dari si ibu-ibu yang suaranya melebihi suara kucing melahirkan di rumah 87...

tapi aku tidak ingin famous yang seperti ini....


SEASON 5 (Dian)
Cungguh! Sekarang kadar ke-famous-an ku melebihi Supratman! Apadaya, memang
sudah jalan tuhan rupanya.

Mimpi buruk datang, liburan sekolah berakhir. Aku masih ingat detik-detik pelamaran itu.
***
"AAAAAAAA" teriak seseorang di depan jet sky ku--kala aku ingin ke sekolah.
Aku memberhentikan--secara mendadak--jet sky ku yang cimit ini.
Tunggu dulu... Orang itu.... ITU SUPRATMAN! Orang ter-famous seantero
komplek yang kemarin melamar kembaran kate middleton, itu!
"Minggir, Supratman!"
Supratman membusungkan dada. Tidak! Ia belum menang!
Untung saja mami meninggalkan jimatnya di jet sky-ku.
DUARRRR
Supratman terhempas kedalam selokan. Gosong! Ia gosong! Ia sudah tidak
wangi seperti sedia kala!
Dan makhluk-makhluk itu muncul dari tempat per-sembunyiannya. Termasuk
penghuni nomor 87 beserta antek-anteknya. Menandakan dunia kembali geger.
Bintang telah membuat Supratman, orang terfamous SEANTERO KOMPLEK, hilang
kesaktiannya. Tanpa basa-basi, Mami dengan helikopter bertabur berliannya
menembus awan, dan langsung meluncur di tempat kejadian.

"KATAKAN APA YANG TERJADI, BINTANG!" seru mami.
Supratman dengan muka-ah-yasudahlah-nya menatap kami berdua.

"Anu mi... Anu... Anu MIH! ANU!"
ucapku gagap.
"Anu miih..... Jimat mami... Iya jimat mami..... Semua gara-gara jimat
mami!" lanjutku.
Dan jimat mami langsung menjadi trendik toping di media massa.........

Supratman kini menjalani hidup dengan kulit gosongnnya. Bau gosong seakan
menjadi pendamping hidup kulit gosongnya tersebut.
Aku rasa aku akan menjadi orang terfamous di komplek ini sekarang. Lihat
saja hari ini aku sudah ganti baju 5 kali. Sedangkan Supratman? Ia
kehilangan satu stel bajunya gara-gara kejadian kemarin. Meskipun aku tahu,
orang-orang kompleks akan menyumbangankan bajunya kepada supratman. MEREKA
GILA! Eh supratman maksudnya.... ah aku juga gila!

Mimpi buruk datang lagi, ketika aku sedang bobok unyuk.......
"non bintaaangg, papih dateng noon..."
"Bibi pasti bercanda kan? April mop udah lewat bi, bentar lagi puasa, bik....."

"Yeee, ngapain bibi bercanda? Lebaran kalik yang bentar lagi non....."

"Bi ini horror loh..... Bik...."

Gawat! Kalau sampai papi tau aku sudah dilamar supratman pasti papih ngawinin
aku sama supratman, secara supratman sama papih kan solmet, kayak daging
sapi yang dikalengin itu loh.... kornet...... kornet..... TIDAAAAAAAAAKKK APA
YANG AKU HARUS LAKUKAAAN.......


SEASON 6 (Dinda)
Aku langsung masuk lagi ke dalam selimutku dan pura-pura kembali tidur. Sama seperti kita sedang menghadapi binatang buas, paling enak supaya gak diserang ya pura-pura mati. Kalo menghadapi bibi, paling enak pura-pura tidur.

"Aduh, non.... Jangan gitu terus dong..." Bibi mengguncangkan tempat tidurku sekarang, suaranya mulai terisak-isak. "Bibi u... udah tuaaaa.... Gue enggak sanggup lagiiii!!!"
Dengan itu Bibi lari keluar kamarku (udah tua tetap atletis cin), membanting pintunya.

Yah udah deh, mending aku bangkit dari tempat tidur dan mencari jalan keluar dari situasi ini.
Aku duduk di depan meja riasku, menghadap ke cermin besar membahana yang ada di situ.

Lalu aku berlatih apa yang akan aku katakan saat bertemu PapiH nanti.
"PapiH... Lama gak ketemu niecH... Capcuzz ke mall yok :*"
"PapiH yang ganteng... Lama gak ketemu nih {}"
"PapiH nanti pas pembagian ijazah jangan marah-marah yah! Ntar tambah keriput loh hayoo"
"PapiH... Aku... Aku gak suka Supratman! Demi tuhan! *hentak kaki* Aku masih normaaal!"

Aku masih normal? Supratman suka aku aja udah luar biasa tidak normal! Tunggu, aku ini cewek atau cowok sih? Bibi suka manggil aku 'non', tapi bulu ketekku lebat! Terus, namaku kan Bintang Perdana PUTERA?? Au ah gelap!

"BINTAAAAANGG!!!"
suara PapiH yang jos gandos terdengar dari bawah, seandainya ini kita sedang berada di tengah gunung salju, pasti lansung ada salju longsor. Suaranya segera memecahkan apa yang sedang aku pikirkan. Duh kenapa PapiH marah-marah sih sama aku... Belum juga ketemu, padahal udah satu bulan loh gak ketemu aduhai... Pasti gara-gara aku bikin Bibi nangis, emang sih biasanya PapiH pilih kasih antara aku sama Bibi.
Tanpa berpikir panjang, aku langsung menyisir rambutku (ya supaya agak rapi lah)

Aku berlari turun ke tangga, dan menyalimi PapiH ku yang satu ini, seketika beliau menyodorkan iPad kinclong yang tampaknya baru dimilikinya.
"Kenapa, PapiH?" kataku, sambil sebisa mungkin tampak tidak canggung.

"Ini loh... PapiH baru beli aipet baru..,, Tapi ini PapiH gak ngerti cara make Instagram!!"
Aku tercengang sesaat. Waduh aku kalah gaul sama PapiH ku sendiri =_=

"Sini, Bintang bisa kok, PapiH mau nge-post foto apa?"
Dengan sigap PapiH menunjukkan fotonya, dalam satu foto ada empat frame.
Ternyata itu fotonya bersama MamiH. Dalam frame pertama mereka berfoto dengan sudut pandang dari atas. Dalamframe kedua, MamiH sedang mencium pipi PapiH... IyuuuH! Frame ketiga, PapiH membisikkan sesuatu ke kuping MamiH..... IYYUUUUUH! Lalu frame keempat, PapiH sedang mencium pipi MamiH.... IYUUUUH

Melihat reaksiku, PapiH cuma tertawa canggung. "Ayolah Bintang.... Eh baidewei eniwei baswei, PapiH kemaren nemu tas bagus yang pasti cuchok buat Bintang!"
Dengan sigapnya lagi, PapiH langsung membuka percakapannya dengan sebuah olshop yang menjual tas cucok tersebut.

PapiH: "Sis, ini berapa harga tasnya? *nunjukkin foto* Yang warna pink ya say,, Mau beliin buat anak saya nihh.... Ori kan bukan kw?"
OLSHOP TRUSTED no Hit n Run: "Oh, iya sis... Ori dong... Makanya agak mahal hehe... 240rb, minat?"
PapiH: "Waduh kok mahal banget sih sis, yaudah deh mau! Ongkir ke ____ berapa ya?"
OLSHOP TRUSTED no Hit n Run: "Wah, FREE ONGKIR kok say! Makanya agak mahal hehe"

Aku langsung menjedot kepalaku ke tembok terdekat.
Ya Tuhaaan! Apa yang telah aku lakukan untuk bisa mendapat semua ini ya Tuhan... Hiks..

SEASON 7 (Rasya)
Ketika aku sedang menjedotkan kepalaku ke tembok terdekat itu *ini beneran dilakuin bro bukan sekedar kiasan* aku baru menyadari bahwa ada satu kata penting ya terlewat oleh telingaku. KE MANA PAPIH AKAN MENGIRIMKAN TASKU?!

"Pih, mau dikirim ke mana?" tanyaku.
"Rahasia dong," jawab Papih. Aku akhirnya diam saja. Apes banget sih, harusnya aku dengeeer..
"Non, ada tamu," Bibi kemudian muncul. Aku keluar rumah. SUPRATMAN! Tapi.. lho.. dia.. Supratman sudah tidak gosong! Baru akan menanyakannya, tiba-tiba Mami datang dengan "jewel's helicopter"(?)nya itu dengan jelas terpampang nyata. Aku langsung menduga kenapa Supratman bisa begitu. Mami berkomplot dengan Supratman! Eh, tepatnya, Mami berkomplot dengan orang gila!!

"Kebetulan jimat Mami bisa menyembuhkan apa yang sudah ia lakukakan," Mami mengatakan itu dengan suara berat dan dalam penuh wibawa sambil mengencangkan dasi dan melambaikan tangan ke arah kamera(?).
"Wew," aku hanya berkomentar begitu.
"Mami baru menyadari bahwa ternyata ada lelaki yang memperhatikanmu. Tidak penting luarnya bagaimana, pandangan orang-orang bagaimana, yang penting adalah hatinya. Kalau kalian saling mencintai, Mami setuju-setuju saja," kata Mami.

...
HA? SIAPA YANG BILANG KALO KAMI SALING MENCINTAI!? APA YANG SUPRATMAN BILANG KE MAMI SELAMA MEREKA OTW?! DAN KENAPA BAHASA YANG DIGUNAKAN MAMI SEKARANG ITU TERLALU CETAR DAN MEMBAHANA?! DAN LAGI.. KENAPA AKU BERASA KAYAK ARTIS PAPAN ATAS YANG MENYANDANG SEBAGAI TOKOH SINETRON!??

"Itu karena Mami dan Papih juga dijodohkan dengan cara yang seperti ini. Karena itu kamu harus melestarikannya, terutama kamu harus membersihkan nama mu itu. Nama Papih mu juga, karena nama 'Putera' kamu itu berasal dari nama Papihmu."
"Oh.." Oh. Ternyata Putera itu nama Papihku.

Panjang umur, kemudian Papih keluar. "Bintang, kenapa kamu tidak segera menunjukkan kepada Papih undangan ini?" Aku menoleh. UPS. Aku lupa memberikan undangan IJAZAH KELULUSAN yang akan dimulai sore ini!! Dengan segera aku ingat latihanku di depan cermin.
"Papih, nanti pas pembagian ijazah jangan marah-marah ya," kataku.
"PEMBAGIAN IJAZAH?" Mami kemudian teringat. "Ini menentukan masa depanmu! Ayo ke SMA sekarang juga, dan temukan Mami dengan wali kelasmu!" kemudian Mami menoleh ke arah Supratman. "Supratman, kamu tidak perlu kuatir tentang hubunganmu dengan Bintang ya. Kamu pulang saja."

HUBUNGANNYA DENGAN BINTANG MAKSUD..??!!

Tapi Mami dan Papih sudah menyeretku *diseret bro. DISERET* ke kendaraan Jewel's Helicopter kami dan kemudian kami segera melesat.

Di sekolah.
Aku hanya memandangi Mami dan Papih dengan wali kelasku itu dengan pandangan cemas. Semoga saja wali kelasku tidak menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.. Ya ampun, mereka sudah selesai berbicara. Ya ampun.. Mami dan Papih kemari..

"Ayo pulang," kata Mami. Di kendaraan kami, Mami berkata. "Wali kelasmu itu cerita semua, bahwa ternyata NEM kamu jelek. Kamu di sekolah juga nakal, bandel, dan tidur di kelas. Mami nggak bisa mikir masa depanmu gimana, kampusmu di mana. Semua terserah Papih deh."

Aku menelan ludah. Ini nggak lucu. Bener-bener nggak lucu. Papih kemudian mulai memberiku sebuah 'peraturan'.
...
Seminggu penuh kami berkemas-kemas di rumah, membereskan ini-itu, membuang kenangan itu-ini(?). Aku hanya diam saja. Selama seminggu penuh aku diam saja. Papih kemudian mengatakan padaku bahwa tasku dikirim juga ke sana, aku diam saja. Aku, Mami dan Papih bandara, aku diam saja. Aku memasuki pesawat, duduk di kursi penumpang, aku diam saja. Aku akan kuliah di luar negeri, di kampus milik Nenekku. Di sana aku harus belajar giat selama empat tahun penuh untuk memperoleh gelar S1.

Kemudian Mami menghampiriku. "Di luar pesawat ada Supratman. Sana, kamu mengucapkan sesuatu, apa saja. Ingat, pakai bahasa baik-baik."

Aku terpaksa ke luar. Benar saja, Supratman sudah ada di sana. "Kamu mau balik ke sini kan?" tanya Supratman. Sumpah ya, ini berasa sinetron banget.
"Aku nggak tau," jawabku datar. Kemudian, ada panggilan bahwa semua penumpang harus segera naik karena pesawat akan berangkat.
"Menurutmu, penolakanmu yang kemarin bisa berubah nggak?" Supratman melakukan ekspresi anak-kucing-guling-guling-di-atas-detergen itu lagi.

Aku bingung. Jelas-jelas itu udah penolakan, ya udah, penolakan, gitu aja. Tapi aku ingat pesan Mami yang mengatakan bahwa aku harus bicara dengannya baik-baik.

"Aku nggak tau," jawabku kemudian.
Kemudian, aku pergi, menaiki pesawat.
Akhirnya, aku menjawab dengan tiga kata penuh misteri yang membuat dia bertanya-tanya.
Dan mungkin kalian juga.


Last part by -ME-


Setengah dari isi lemari itu kini sudah berpindah ke koper dan tas-tas yang sudah tertata rapi di lantai. Aku memperhatikan sekeliling kamarku yang sebentar lagi akan kutinggalkan, dan pada akhirnya aku akan kembali ke rumahku yang dulu. Tak terasa, waktu berlalu begitu cepat.

Aku tersenyum. Kini aku sudah dewasa, sudah bukan anak-anak lagi. Tentu banyak yang berubah. Fisikku, Pikiranku yang makin dewasa, juga sebagian dari kehidupanku. Tetapi aku tetap Bintang yang dulu, meskipun banyak perbedaan.

"Kelihatannya sudah siap semua," Ujarku pada diri sendiri sambil memeriksa laci meja belajar. Ternyata ada banyak surat yang belum kukemas. Aku mengambil tumpukan surat itu kemudian membacanya sambil membaringkan tubuhku di kasur. Sebagian surat itu berasal dari pembaca bukuku. Ya, aku telah menerbitkan sebuah novel. Aku rasa bahkan kepopuleranku sudah mampu melebihi Supratman, aku tertawa kecil. Begitu terlintas nama Supratman di kepalaku, aku jadi teringat semuanya.

Tiba-tiba ada sepucuk surat dengat kertas biru jatuh dari genggaman tanganku. Surat dari Supratman, yang ia selipkan di tasku saat kita terakhir bertemu. Sejak itu, biarpun aku kembali ke rumah, aku tidak pernah melihatnya lagi. Padahal aku menunggunya.

Dear Bintang, mungkin ketika kamu membaca surat ini, kamu sudah berada di Selandia Baru. Mungkin kamu masih marah denganku. Sebenarnya aku masih belum bisa menerima semua ini. Ya sebenernya sih salah kamu juga, karena kamu belajarnya gak serius. Ya sebenernya sih ini semua gaada hubungannya sama aku. ....oke. Ini semua ada hubungannya denganku, karena aku tidak ingin kamu pergi.
Lihat saja nanti, Bintang. Aku akan berusaha untuk menjadi lelaki impianmu sehingga aku pantas menjadi pasanganmu. Aku serius. Bahkan, aku akan merubah penampilanku dan akan menjadi orang normal. Apapun demi kamu.
Tunggu aku.

Aku memasukkan tumpukan surat itu kedalam tasku bersama dengan kedua novelku. Aku sudah menunggunya selama bertahun-tahun. Kira-kira, apakah Supratman benar-benar sudah berubah, seiring berjalannya waktu sepertiku?

***

"Bintang!!" Aku berlari kecil ke pelukan Mami dan Papi yang sudah menungguku di bandara, sambil menitikkan air mata.
"Mami, Papi, sama sekali gak berubah ya!" Aku mengeratkan pelukanku. Mami dan Papi tersenyum bahagia. "Berarti, kalian awet muda!"

Sungguh ajaib. Rasanya lama sekali aku tidak merasakan kehangatan ini. Tertawa, bercanda, bersama keluarga. Rasanya aku seperti kembali menjadi anak-anak. Rasanya, aku ingin segera bertemu dengan Supratman dan segera lempar-lemparan sendal dengannya.

"Bintang."

Seseorang bersuara rendah barusaja memanggil namaku. Perlahan aku menoleh, kemudian mataku bertemu dengan seorang pria, yang wajahnya sudah lama melekat di pikiranku. Kini dia sudah lebih dewasa dari sebelumnya, tatapannya kini lebih tajam dan serius.

Kami saling melemparkan senyum. Dan senyumnya, senyum terindah yang pernah kulihat, tidak akan kulupakan untuk selamanya.

Comments

Popular Posts